Sejumlah pakar bahasa mendefinisikan bahwa kalimat “manusia”
diambil dari bahasa Arab. Akar katanya adalah “ma” dan “nasia”, ma artinya
sesuatu sedangkan nasia artinya lupa. Jadi, manusia adalah sesuatu yang lupa.
Dari definisi diatas bahwa manusia adalah makhluk yang dipastikan bisa lupa dan
bisa berbuat dosa. Akan tetapi jangan diartikan manusia harus selalu lupa dan
selalu berbuat dosa. Seharusnya berusaha tidak lupa dan tidak berbuat dosa,
dalam keadaan berusaha untuk tidak lupa dan tidak berbuat dosa itu, apabila
terjadi kelupaan atau berbuat dosa maka disitulah sifat manusiawinya, tetapi
harus berusaha untuk memperbaiki diri dari sifat lupa dan berbuat dosa
tersebut. Manusia juga dinamakan sebagai “hayawanun natiq” yang artinya makhluk
yang berpikir. Maksudnya adalah bahwa manusia sebelum melaksanakan sesuatu
memikirkan baik dan buruknya, halal dan haramnya segala sesuatu.
Tidak selayaknya ummat islam mengklaim diri (kelompok) yang
paling suci, paling bersih dan paling baik. Akan tetapi berusaha semaksimal
mungkin untuk mensucikan diri (kelompok), membersihkan diri (kelompok), dan
memperbaiki diri (kelompok) dengan beribadah kepada Allah sungguh sangat
dianjurkan oleh Islam. Apabila terdapat seseorang atau kelompok mengaku dirinya
suci, bersih dan peduli berarti ada seseorang dan kelompok yang tidak suci,
tidak bersih dan tidak baik. Kalau mengklaim seperti ini maka inilah sebuah
kesombongan yang terdapat dalam diri dan kelompok tersebut.
Dalam Al Qur’an Allah SWT telah menggambarkan tentang makhluk
yang menyesali atas kelupaan dan perbuatan dosa yang dilakukannya, juga
terdapat mahkluk yang tidak mengakui kesalahannya, bahkan mengaku dirinya
paling baik, suci dan bersih serta merendahkan dan menghina makhluk yang lain,
padahal makhluk yang dihina itu sangat mulia di hadapan Allah. Mari kita buka
Al Qur’an untuk melihat hal itu.
Allah SWT mempersilahkan Adam AS dan istrinya untuk menikmati
hidangan dalam surga[1],
menikmati fasilitas yang ada, menggunakan kendaraan semaunya akan tetapi Allah
melarang Adam AS dan istrinya untuk mendekati sebuah pohon, mendekati saja
tidak boleh apalagi sampai memanfaatkan untuk kepentingan dirinya dan
keluarganya, apabila mendekati pohon tersebut yang dilarang Allah maka mereka
termasuk orang orang yang dzolim. Berkaitan dengan hal itu Allah SWT berfirman:
وَقُلْنَا ياَئاَدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ
الْجَنَّةَ وَكُلاَ مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلاَ تَقْرَبَا هَذِهِ
الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan Kami
berfirman:"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang zalim. (QS. Al Baqarah :35)
Ayat diataspun senada dengan
firman Allah dalam surat Al A’raf ayat 19. Ayat 20 sampai 21 nya lebih lanjut
Allah menjelaskan bahwa Adam AS di goda oleh syetan dan pada akhirnya dia Adam
AS tidak hanya mendekati pohon yang dilarang Allah tersebut akan tetapi sampai
memakannya sehingga nampaklah aurat mereka.
Akibat kesalahannya tersebut Adam
AS dan istrinya tidak sombong, tidak arogan dan tidak menyatakan ada konspirasi
politik, justru adam AS dan istrinya mengakui kesalahannya, menyesali kesalahannya
dan bertaubat serta beristigfar kepada Allah. Istigfarnya adalah terdapat dalam
surat Al A’rof ayat 23.
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
Artinya;
“Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang
yang merugi". (QS. Al A’raaf :23)
Suatu ketika Allah SWT mengutus Nabi Yunus AS untuk berda’wah ke
penduduk negeri Nainawa. Di negeri tersebut Nabi Yunus mengajak penduduknya
untuk mentauhidkan Allah dan beribadah kepada Nya tetapi kebaikan yang
disampaikan oleh Nabi Yunus AS justru di tolah oleh kaumnya. Melihat kondisi
kaumnya yang menolak ajakan dan ajarannya untuk mentauhidkan dan beribadah kepada
Allah, akhirnya Nabi Yunus AS marah dan meninggalkan daerah tugasnya untuk
berda’wah tersebut.
Di dalam sejumlah buku di jelaskan bahwa Nabi Yunus AS meninggalkan
kampung tugasnya menuju kampung lain untuk menyampaikan risalah Kenabiannya. Dalam
perjalanan Nabi Yunus AS menaiki sebuah perahu. Perahu yang di tumpangi Nabi
Yunus AS tersebut sangat banyak muatannya sehingga mengganggu perjalanan perahu
tersebut. Pada akhirnya diadakan undian siapa yang keluar namanya maka orang tersebutlah
yang akan keluar dari perahu. Dalam undian tersebut maka keluarlah nama Nabi
Yunus AS untuk di keluarkan dari perahu dan dicampakan kelaut. Undian ini
dilakukan selama tiga kali dan tetap saja nama Nabi Yunus AS yang keluar. Akhirnya
Nabi Yunus AS dibuang dan di campakan kelaut. Tidak lama kemudian datanglah
ikan yang besar mengahmpiri lalu menelannya.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa ketika di bawa
kedasar laut, Nabi Yunus AS mendengar batu batu kecil bertasbih memuji Allah. Pada
saat itu Nabi Yunus AS dalam kegelapan laut dan perut ikan Nabi Yunus berdzikir
dan beristigfar mengucapkan
لآإِلَهَ
إِلآ أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau.
Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang
zalim". (QS. Al Ambiya :87)
Ketahuilah, Nabi Yunus AS mengakui kesalahannya lari dari medan da’wah
(tugas) yang diberikan kepadanya. Nabi Yunus AS tidak melawan hukum, tidak
membangkang dan tidak menyatakan ada konspirasi politik akan tetapi Nabi Yunus
AS mengakui kesalahannya, mengakui kezholimannya dan beristigfar dan berdzikir
kepada Allah memohon ampun atas segala kesalahannya dan mensucikan Allah dzat
yang Maha Suci.
Oleh karena itu wahai diri dan saudaraku, apabila kita
melaksanakan kesalahan dan pasti kita melaksanakan kesalahan tersebut, berupa
ma’siat, suap dan korupsi maka akuilah itu sebuah kesalahan dan harus memohon
ampun kepada Allah. Apabila berurusan dengan Allah maka segera memohon ampun
kepada Allah, apabila berurusan dengan orang lain maka minta maaflah kepada
orang lain tersebut, apabila berkaitan dengan bangsa dan negara berupa korupsi
maka kembalikan uang negara dan tunduklah dihadapan hokum. Yang demikian itu
merupakan taulada dari Nabi Adam AS dan Nabi Yunus AS dan jadilah generasi
mereka dan jangan seperti iblis serta jangan jadi generasi Iblis.
Iblis di perintahkan Allah SWT untuk sujud mengakui kehebatan Adam
AS dalam masalah ilmu pengetahuan, tetapi Iblis tidak mau melaksanakannya,
iblis sombong. Akibat kesombongannya tidak melaksanakan perintah Allah ini maka
Iblis menjadi makhluk kafir alias ingkar kepada Allah. Tidak sampai disitu
iblispun mengaku diri paling suci, bersih dan peduli serta merendahkan Adam AS
karena Adam AS bukan keturunan makhluk yang baik atau bukan keturunan darah
biru. Yang keturunan baik dan keturunan darah biru adalah iblis. Padahal baik
dan buruk seorang makhluk bukan diukur dari keturunan baik dan keturunan darah
biru akan tetapi dari taqwanya kepada Allah dan menta’ati perintah Allah.
Hasbunallah
Abdul Hakim Abubakar
[1]
Surge sebagai tempat tinggal adam AS beserta istrinya, Surga merupakan
kantornya Adam untuk menjalankan tugas yang di perintahkan Allah.