PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Imam
Kata
imam dalam bahasa arab artinya orang yang diikuti atau yang dikedepankan dalam
satu urusan. Nabi adalah imam segala imam. Khalifah adalah imam bagi rakyat
islam. Al Qur’an adalah imam bagi kaum muslimin. Komandan adalah imam bagi
tentara.
Kata
imam jamaknya adalah a’immah. Imam dalam sholat adalah orang yang
tampil didepan untuk diikuti seluruh gerakan dalam sholatnya. Kata imam adalah
yang dikuti oleh orang banyak, baik dalam posisinya sebagai ketua dan
sejenisnya, baik dengan cara yang sah ataupun batil. Diantaranya adalam imam dalam
sholat. Imam juga bisa berarti seorang
ulama yang menjadi panutan. Imam dari segala sesuatu adalah bagian yang
bernilai dan baik dari seuatu tersebut.
Sedangkan
makna kualitas adalah mutu yang ada pada diri manusia dan sekaligus menjadi sifat-sifat
pribadinya. Dari definisi diatas dapat di fahami bahwa imam yang berkualitas
adalah mutu yang ada pada imam itu sendiri, baik bermutu dalam bacaannya dan
bermutu dalam pemahaman ilmu yang berkaitan dengan syari’ah dan sunnah-sunnah
Nabi Muhammad SAW.
Lalu
bagaimanakah menjadi imam yang berkualitas? Maka di bawah ini akan kami uraikan
dengan singkat.
2.
Imam
Yang Berkualitas
Untuk menjadi imam sholat yang berkualitas cukup kita membahas
sebuah hadis yang bersumber dari Abu Mas’ud Al Anshari. Rasulullah SAW
bersabda:
Artinya:
“yang berhak mengimami sholat adalah orang yang paling bagus bacaan Al
Qur’an. Kalau dalam Al Qur’an kemampuannya sama, maka di pilih yang paling
mengerti tentang ajaran sunnah (Fiqh). Kalau dalam sunnah juga sama, maka di
pilih yang lebih dulu berhijrah. Kalau dalam berhijrah juga sama, maka di pilih
yang lebih dulu masuk Islam.
Dari
hadis diatas dapat difahami bahwa untuk menjadi imam sholat yang berkualitas
adalah seorang imam harus fasih dalam membaca Al Qur’an. Dengan ini menunjukkan
secara tegas bahwa orang yang paling bagus bacaan Al Qur’annya didahulukan dari
orang yang lebih dalam ilmu fiqihnya.
Seorang
imam yang bagus bacaannya apalagi di hiasi dengan merdua suaranya maka akan
terasa khusu’ dalam beribadah, yang khusu’ tidak hanya imam itu sendiri akan
tetapi makmum pun ikut merasakan khusu’. Dapat kita bayangkan bagaimana kalau
imamnya rusak bacaan Al Qur’annya maka terganggulah ibadah kita di hadapan
Allah SWT. Hendaknya seorang imam membaca Al Qur’an dengan tartil, sebagaimana
firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Muzammil ayat 4.
Artinya: Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu
dengan perlahan-lahan.
Maksudnya
adalah perintah membaca Al Qur’an bukan sekedar dengan cara sekedar tartil,
akan tetapi dengan tartil yang benar-benar berkualitas. Menurut Ali bin Abi
Thalib tartil disini mempunyai arti “membaguskan bacaan huruf-huruf Al
Qur’an dan mengetahui hal ihwal waqaf”. Dengan demikian, maksud tartil yang
optimal adalah melafazkan ayat-ayat Al Qur’an sebagus dan semaksimal mungkin.
Ulama telah membagi macam-macam tempo bacaan:
a.
Tahqiiq
Tahqiiq
adalah tempo yang paling lamban yang biasa di perdengarkan kepada anak-anak
kecil yang baru belajar berbicara.
b.
Tartiil
Tartiil
adalah tempo lamban yang biasa di pakai dalam Muabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
c.
Tadwiir
Tadwiir
adalah tempo sedang antara tempo Tartiir dan Hadr. Tempo ini sangat cocok untuk
digunakan untuk shalat terutama digunakan untuk menjadi imam shalat.
d.
Hadr
Hadr
adalah tempo cepat sangat cocok untuk digunakan untuk mengulang hafalan Al
Qur’an.
Bahkan
seorang imam yang berkualitas adalah memiliki suara yang merdu supaya makmum
merasa khusu’ dalam beribadah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Perindahlah Al Qur’an dengan suara kamu, Karena suara
yang bagus menambah keindahan Al Qur’an. (HR Bukhari)
Beliau
juga bersabda:
Artinya: “Orang yang paling baik suaranya dalam membaca Al
Qur’an yaitu bila engkau dengarkan bacaannya, engkau mengira dia orang yang
takut kepada Allah. (HR Ad Darimi dan Ahmad)
Dari
sini dapat di fahami bahwa membaguskan suara dalam membaca Al Qur’an adalah
sunnah, karena dengan membaca Al Qur’an dengan suara yang indah dan tartil maka
akan menunjukkan kalau imam tersebut menjadi imam yang berkualitas dan patut
diperhitunkan.
Yang
tak kalah penting lagi adalah kalau seorang imam yang mengimami sholat jum’at
maka dia harus memahami mana surat-surat yang sering dibaca Nabi dan dianjurkan
dalam mengimami sholat ketika setelah selasai membaca surat Al fatihah setiap raka’at.
Diantara surat yang sering dibaca oleh Rasulullah setelah membaca surat Al
Fatihah pada raka’at pertama adalah surat Al Jumu’ah sedangkan pada rakaat
kedua setelah membaca surat Al Fatihah adalah surat Al Munafikun. Dalam sebuah riwayat
di jelaskan dan sebagaimana dishohehkan oleh Abi Rafi’: Saat di Madinah
marwan membelakangi Abu Hurairah dan keluar menuju Makkah maka kami solat
jum’ah bersama Abu Hurairah, maka Abu Hurairah membaca surat Al Jumu’ah pada
raka’at pertama dan pada raka’at yang kedua surat Al Munafikun. Berkata Marwan
maka aku mendapati (mendekati) abu Hurairah dan aku berkata kepadanya:
“sesungguhnya engkau membaca dua surat (Al Jumu’ah dan Al Munafiqun) seperti
Ali bin Abi Thalib yang membaca dengan dua surat tersebut di Kufah. Maka Abu
Hurairah berkata:
Artinya: “Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw
membaca kedua surat (Al Jumu’ah dan Al Munafiqun) pada sholat Jum’at.
(HR Muslim)
Dalam
keterangan yang lain, dari Nu’man bin Basyir berkata:
Artinya: “Adapun Rasulullah SAW pernah membaca pada sholat dua
id (Idul fitri dan idul Adha) dan sholat jum’at sabbihismarabbikal a’la dan hal
ataka haditsul gasyiah. (HR Muslim)
Didalam
kitab Halaqoturrobi’ah bahwa membaca bahwa disunnahkan membaca surat Al Jumu’ah
pada rakaat pertama setelah membaca surat Al fatihah dan membaca surat Al
Munafiqun pada rakaat kedua setelah membaca surat Al fatihah. Atau dirakaat
pertama membaca surat sabbihismirabbikal a’la dan rakaat kedua surat Al
Ghasiyah.
Kalau
dalam Al Qur’an kemampuannya sama, maka dipilih yang paling mengerti tentang
ajaran sunnah atau fiqh. Mempunyai kedalaman pengetahuan masalah fiqh menjadi
keharusan bagi seorang imam sholat, apalagi fiqh tata cara solat. Sebab seorang
imam akan memimpin banyak orang dalam sholatnya. Imam sebelum memulai solatnya
maka dia harus menganjurkan makmumnya untuk meluruskan dan merapatkan barisan
sholatnya. karena merapatkan barisan sholat merupakan syarat kesempurnaan
sholatnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang bersumber dari Anas ra, beliau
bersabda:
Artinya: “luruskan shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk
menegakkan sholat (berjama’ah). (HR Bukhari)
Bahkan
dalam lafaz yang lain imam Muslim meriwayatkan
Artinya:
karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan sholat berjama’ah. (HR Muslim)
Seorang
imam sholat diwajibkan memahami rukun-rukun sholat, syarat-syarat sholat,
sunnah-sunnah sholat dan sesuatu yang membatalkan sholat. Dengan demikian maka
seorang imam telah menjadikan dirinya menjadi imam yang berkualitas dan mampu
membawa jama’ahnya dalam kekhusuan untuk beribadah di hadapan Allah SWT.
Begitupun
juga hukum-hukum fiqh lain yang terjadi
dalam mendirikan sholat yang harus di kuasai oleh seorang imam sholat. Dapat
kita bayangkan kalau seorang imam tidak memahami hukum fiqh yang terkandung
dalam perintah sholat, Seharusnya sholatnya batal karena (maaf) buang angin
atau yang lain, hanya karena imamnya tidak mengerti fiqh shalat, maka dia tidak
membatalkan shalat. Kalau seperti ini imam-imam kita maka celaka dan musibah
yang ada. Kalau dalam
sunnah (Fiqh) juga sama, maka yang di pilih adalah yang lebih dulu berhijrah. Hijrah
di dahulukan dalam pemilihan imam tidaklah di khususkan pada hijrah yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa beliau. Tetapi yang dimaksud adalah
hijrah yang tidak akan pernah terputus hingga hari kiamat sebagaimana
ditegaskan dalam banyak hadis dari negeri kafir ke negeri Islam demi menjalankan
ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah. Maka orang yang lebih dahulu
melakukan hijrah tersebut, didahulukan menjadi imam, karena ia lebih dahulu
melakukan ketaatan. Sebagian ulama ada juga yang mengartikan bahwa yang paling
dahulu hijrahnya adalah pribumi atau orang yang pertama tinggal di kampung
tersebut. Alasannya adalah karena mereka lebih tau kondisi masyarakat yang
menjadi makmumnya.
Kalau dalam berhijrah juga sama, maka di pilih yang lebih dulu
masuk Islam. Dalam riwayat yang lain disebutkan yang paling tua usianya atau
yang paling tinggi usianya. Usia di sini berkaitan dengan kemuliaan keislaman
yang lebih dahulu. Karena orang yang lebih tinggi usianya berarti lebih lama
keislamannya dibandingkan yang lebih rendah usianya. Berkaitan dengan hal ini
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh imam Muslim dan
imam Bukhari:
Artinya: “Apabila datang waktu sholat, hendaknya salah seorang di
antara kalian mengumandangkan adzan dan salah seorang diantara kalian yang
paling tua usianya menjadi imam. (HR Bukhari)
Dari
sini dapat di fahami yang paling tua, karena dalam semua kriteria dan
persyaratan lainnya mereka setara. Karena mereka semua pernah berhijrah
bersama-sama. Dan mereka menemani Rasulullah SAW dan mneyertainya selama dua
puluh malam, sehingga dalam hak sebagai imam juga sama. Maka yang tersisa untuk
diambil sebagai kriterianya adalah factor usia.
Nah,
dari uraian singkat di atas, agar kita menjadi imam sholat yang berkualitas
adalah menjadi lima tingkatan; pertama, dahulukan yang terbaik bacaannya, lalu
yang paling ahli di bidang hadis Nabi Muhammad SAW, yang paling dahulu
melakukan hijrah, yang paling pertama masuk Islam dan yang paling tua usianya.
3.
Adab-adab
Imam Sholat
Diantara
yang bisa menjadikan seorang imam yang berkualitas juga terdapat adab-adab yang
harus difahami dan dapat diamalkan. Diantaranya adalah :
a.
Melaksanakan
shalat dengan ringkas tetapi tetap sempurna dan optimal
Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya: “Kalau salah seorang diantara kalian mengimami sholat,
hendaknya ia melakukannya dengan ringkas, karena diantara jama’ah itu ada anak
kecil, orang tua, orang lemah dan orang sakit (orang yang mempunyai kebutuhan).
Tetapi kalau ia mau sholat sendiri silakan ia sholat sekehandaknya. (HR Bukhari)
Selain
dari hadis diatas, terdapat juga sebuah hadis dari Jabir bin Abdillah RA yang
menceritakan bahwa Mu’az bin Jabal pernah sholat isya bersama Rasulullah SAW,
kemudian ia pulang dan mengimami penduduk kampungnya. Beliau mengimami sholat
isya dan membaca surat Al Baqarah. Kejadian itu terdengar oleh Rasulullah, maka
beliau berkata kepada Mu’az:
Hai
Mu’az apakah engkau mau menjadi pembuat bencana? Begitu Rasulullah SAW bertanya
hingga tiga kali. Bacalah: “wasy-syamsi wa dhuhaaha, sabbihismarabbikal a’la,
dan wallaili idza yaghsya”. Karena yang sholat bermakmum denganmu itu ada orang
tua, orang lemah dan orang mempunyai kebutuhan. (HR Bukhari)
Dari
dua hadis diatas cukup menjadi dalil bagi para imam untuk tidak terlalu panjang
bacaan dalam shalatnya. Sebab diantara makmum banyak orang tua, orang sakit,
anak kecil dan orang yang punya kebutuhan. Yang menjadi ukuran bukan kemauan
sang imam tapi yang menjadi ukuran adalah karena kondisi makmum yang bermacam latar
belakangnya. Bisa jadi shalat yang harusnya khusu’ menjadi rusak akibat panjang
bacaan imam karena makmum terdapat kondisi yang tidak baik. Sekiranya ingin
melakukan shalat yang panjang dan lama maka solusi yang ditawarkan adalah pada
shalat sendiri dalam melaksanakan shalat sunnah, bisa pada saat sholat tahajud
atau shalat sunnah-sunnah yang lain.
Shalat
ringkas itu sendiri bersifat relatif, dan itu dikembalikan praktek yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan secara konsisten beliau laksanakan.
Sementara petunjuk yang secara konsisten beliau lakukan itu merupakan solusi
dari perbedaan pendapat dikalangan ulama. Banyak hadis-hadis shoheh yang
menjelaskan bacaan Nabi Muhammad SAW dalam shalat lima waktu. Yang biasa di
lakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah shalat ringkas sebagaimana beliau
perintahkan.
b.
Memperhatikan
kepentingan para makmum tapi tidak menyelisihi ajaran sunnah
Yang
menjadi dalil dalam hal tersebut adalah sebuah hadis yang bersumber dari Jabir
ra, dimana Rasulullah SAW memperhatikan kepentingan jama’ah sehingga beliau
menangguhkan shalat isya apabila jama’ah belum berkumpul. Jabir ra menceritakan:
beliau melaksanakan shalat isya pada waktu yang berbeda-beda. Apabila beliau
melihat jama’ah sudah berkumpul, maka beliau mempercepat pelaksanaan shalat
berjama’ah. Kalau beliau melihat bahwa jama’ah belum berkumpul maka beliau juga
mengundurkannya.
Shalat
isya disini memang disunnahkan untuk dilakukan lebih malam. Namun Nabi Muhammad
SAW memperhatikan kondisi para makmum agar tidak menyusahkan mereka, sehingga
beliau melakukannya lebih cepat apabila mereka telah berkumpul. Adapun selain
shalat isya, selalu beliau lakukan di awal waktu, terkecuali shalat zuhur bila
panas terlalu terik.
Dengan
demikian sangat jelas bahwa kondisi para makmum juga harus diperhatikan oleh
imam, selama tidak bertentangan dengan ajaran sunnah. Di antara indikasi adanya
perhatian tersebut dari Rasulullah SAW adalah bahwa beliau meringkas sholat
begitu mendengar tangisan anak kecil, hkwatir kalau menyusahkan ibunya.
Demikian juga beliau memperpanjang rakaat pertama sholat agar jama’ah yang
terlambat tidak ketinggalan rakaat pertama.
c.
Tidak
shalat sunnah di tempat melakukan shalat wajib
Dasar
dari hal tersebut adalah sebuah hadis yang besumber dari Al Mughirah bin
Syu’bah Rasulullah bersabda:
Artinya: Janganlah imam shalat sunnah di tempat ia shalat wajib,
tetapi harus bergeser. (HR Abu Dawud)
Disebutkan
ada beberapa riwayat tentang dimakruhkan imam shalat sunnah ditempat ia shalat
wajib mengimami jama’ah sebelum ia bergeser dari tempat itu. Ali bin Abi Thalib
menyatakan dalam sebuah riwayat : kalau imam sudah salam, janganlah ia shalat
sunnah sebelum ia bergeser dari tempat ia shalat wajib, atau memisahkannya
dengan berbicara terlebih dahulu.
Imam
An Nawawi berkata: “ini mengandung dalil yang menunjukkan kebenaran pendapat
sahabat-sahabat kami bahwa shalat sunnah rawatib dan sholat sunnah lainnya,
disunnahkan untuk dilaksanakan di tempat yang berbeda dengan sholat wajib. Dan
lebih baik lagi bila dilakukan di rumah, atau paling tidak ditempat lain di
masjid atau di luar masjid afar tempat sujudnya semakin banyak, dan dengan
tujuan lain agar bisa dibedakan bentuk sholat sunnah dengan sholat wajib. Arti
ucapan: “… sebelum berbicara, “menunjukkan bahwa pemisahan antara shalat wajib
dengan shalat sunnah bisa juga dilakukan dengan berbicara. Akan tetapi lebih
baik dilakukan cara bergeser, berdasarkan apa yang telah kami jelaskan.
Dengan
demikian, maka seorang imam yang berkualitas harus memahami hadis Nabi dan dapat diamalkan dalam setiap kali
mengimami jama’ah. Sehingga jama’ah pun dapat melihat seorang imam yang
berkualitas dalam segala bidang.
d.
Menghadap
kearah makmum setelah sholat
Dasar
mengenai hal tersebut diatas adalah sebuah hadis yang bersumber dari Samurah
bin Jundub yang menceritakan: “Dahulu apabila Rasulullah selasai melaksanakan
sholat, maka beliau menghadap ke arah kami.
Artinya,
apabila beliau telah melakukan sholat dan salam, maka beliau menghadap kearah
makmum. Karena posisi imam yang membelakangi makmum adalah karena posisinya
sebagai imam. Kalau sudah selasai sholat, hak untuk membelakangi makmum itu
sudah tidak ada lagi. Maka dengan menghadap kearah makmum pada saat itu, akan
tertepislah kesombongan dan sikap takabur di hadapan makmum.
e.
Imam
tidak boleh mengkhususkan doa baginya, lalu diamini oleh para makmum sekalian
Dasar
mengenai hal yang di maksud adalah sebuah hadis yang bersumber dari Abu
Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tidak halal
bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengimami
sekelompok orang tampa izin mereka. Dan janganlah ia mengkhususkan doa untuk
dirinya sendiri tampa melibatkan orang lain. Kalau ia melakukan hal itu juga,
maka ia telah berkhianat kepada mereka.
Dari
hadis diatas dapat di fahami apabila seorang imam berdo’a kepada Allah maka
seorang imam yang berkualitas harus melibatkan jama’ahnya dalam berdo’a.
Artinya harus menggunakan domir jama’ atau plural. Maka imam pun harus memahami
koidah ilmu bahasa arab supaya dapat memahami mana kalimat untuk sendiri atau
kata ganti orang pertama tunggal dan mana kalimat untuk menunjukkan kata ganti
buat jama’ah disekitar imam sholat.
Diatas
sudah dijelaskan definisi imam, dimana
imam artinya adalah orang yang diikuti atau yang dikedepankan dalam satu
urusan. Nabi adalah imam segala imam. Khalifah adalah imam bagi rakyat Islam.
Al Qur’an adalah imam bagi kaum muslimin. Komandan adalah imam bagi tentara.
Berarti imam harus menjadi contoh bagi seluruh makmum disekitarnya. Apalagi
dalam melaksanakan sholat sangat hati-hati melaksanakannya karena akan diikuti
oleh makmum. Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya imam itu diangkat untuk
dijadikan sebagai ikutan, maka jangan kalian melakukan yang berlawanan
dengannya.. Bahwa yang dimaksud dengan berlawanan dalam hadis itu adalah
dalam ucapan dan perbuatan. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat hadis lain :
Artinya: Sesungguhnya imam itu diangkat untuk dijadikan sebagai
ikutan. Apabila imam bertakbir, maka bertakbirlah, dan janganlah kalian bertak
bir sebelum imam bertakbir. Apabila ia telah mulai ruku’, maka ruku’lah, dan
jangan kalian ruku’ sebelum ia ruku’. Apabila ia mengatakan “sami’allahu liman
hamidah”, maka ucapkanlah: “Rabbana lakal hamdu”. Kalau ia mulai sujud, maka
sujudlah, janganlah kalian sujud sebelum ia sujud. Kalau imam sholat dengan
berdiri, maka sholatlah sambil berdiri. Kalau ia sholat sambil duduk, sholatlah
kalian semua sambil duduk juga. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis
diatas dapat kita fahami bahwa setiap gerakan imam dalam sholat akan selalu
diikuti oleh makmumnya. Maka dengan
demikian, sangat dibutuhkan imam yang berkualitas, yakni imam yang sangat bagus
bacaan Al Qur’annya dan imam yang sangat memahami tata cara sholat, sehingga
gerakan sholatnya sesuai dengan tata cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
dalam hadisnya yang sudah dijelaskan oleh para ulama dalam bidangnya
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar