Rabu, 21 Desember 2011

SHALAT KHUSU’



1.      Pengertian Sholat Khusu’
Sholat secara harfiyah adalah berarti doa dan rahmat. Sedangkan secara istilah para ulama lazim mendefinisikan bahwa sholat adalah serangkaian ucapan atau bacaan dan gerakan yang di awali dengan  bacaan takbiratul ihram dan di akhiri dengan ucapan salam.[1]

Menurut Sayyid Sabiq, bahwa sholat adalah ibadah yang mengandungi atau merangkai sejumlah ucapan  dan perbuatan atau gerakan tertentu yang diawali dengan pengagungan kepada Allah dan di akhiri dengan taslim.[2]

Khusu’, sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Ibnu Kastir dalam tafsirnya beliau, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki. Abul Aliyah menyebutkan bahwa  adalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah. Muqatil bin Hayyanper berpendapat bahwa al khasyi’in adalah orang yang penuh tawadhu’. Dhahhaq mengatakan bahwa al khasyi’en merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah.[3]

Dari definisi diatas dapat di pahami bahwa sholat khusu adalah melaksanakan sholat  dimulai dari takbir, diakhiri dengan salam dan menghadirkan Allah dalam diri serta dipenuhi rasa takut yang mendalam menunjukkan rasa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT.
2.      Urgensi Khusu dalam Sholat

Sebelum kita bahas tentang khusu dalam sholat secara luas, disini penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang bagian bagian sholat. Cara Rasullah SAW  melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini. Pertama ada Dimensi Ritual dan yang kedua ada Dimensi Spiritual.

a.         Dimensi Ritual Shalat
Dimensi ritual shalat adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib, isya’) yang harus ditegakkan. Dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw., apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi. Umpamnya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya.

 Dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulamapun yang berani menggeser. Katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu Dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya. Artinya shalat seseorang tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakaat yang telah ditentukan.

Ummat Islam di perintahkan oleh Rasulullah SAW agar melaksanakan sholat dan memperhatikan syarat-syarat sholat, rukun-rukun sholat, sunnah-sunnah sholat dan sesuatu yang dapat membatalkan sholat. Dengan memperhatian dan melaksanakan yang demikian dapat menjadikan sholat seseorang khusu dan syah secara fiqh.

Perintah untuk menegakkan sholat dapat kita lihat dalam Al Qur’an dengan kalimat “aqiimush shalaata” (tegakkanlah sholat) atau “yuqiimunash sahalat” (menegakkan shalat). Apa makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini? Mengapa kok tidak langsung mengatakan shallu (bershalatlah) atau yushalluuna (mereka bershalat)? Para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat itu harus ditegakkan secara sempurna, baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah SAW melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Masalah khusyu’ adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan kita bicarakan setelah ini.

b.      Dimensi Spiritual Shalat

Shalat tidak cukup hanya dengan menyempurkan dimensi ritulanya saja, melainkan harus juga diikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya. Ibarat jasad dengan ruh, memang seseorang bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasadnya, namun sungguh tidak sempurna bila ruhnya dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya. Buat apa Hand Phone bagus kalau tidak ada pulsanya. Saat kita menghubungi saudara yang jauh diseberang, maka kita harus menghubunginya dengan Hand Phone yang pulsanya banyak. Demikian juga shalat, memang secara fikih shalat Anda sah bila memenuhi syarat dan rukunnya secara ritual, tapi apa makna shalat Anda bila tidak diikuti dengan kekhusyukan. Perihal kekhusyukan ini Al Quran telah menjelaskan,

(#qãZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$# ÇÍÎÈ   tûïÏ%©!$# tbqZÝàtƒ Nåk¨Xr& (#qà)»n=B öNÍkÍh5u öNßg¯Rr&ur Ïmøs9Î) tbqãèÅ_ºu  
Artinya:  Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',  (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah ayat 54-56)

Menurut ayat ini bahwa sholat yang khusu adalah meyakini Allah SWT melihat kita dan kita mampu melihat Allah, kalau tidak mampu melihat Allah maka yakinlah Allah melihat hamba yang sedang mendirikan sholat. Sholat khusu juga adalah saat shalat kita merasakan dan meyakini bahwa pada suatu saat nanti kita akan menghadap Allah. Dengan perasaan demikian kita mampu merasakan seakan akan Allah ada dalam jiwa kita.

Allah dengan tegas menyatakan, bahwa orang-orang mukmin baru akan sukses dalam melaksanakan tugas hidup mereka, apabila mereka telah mengerjakan shalat dengan khusu, sebagaimana Firman-Nya:

ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ 
 
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,  (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, (Al Mu’minun: ayat 1-2)

Mengapa harus khusu? Karena sholat yang akan di terima oleh Allah hanyalah yang dikerjakan dengan khusu. Sebagaimana menurut riwayat Muhammad bin Nasr dari usman bin Abi Dinras berbunyi:
لا يقبل الله من عبد عملا حتى يشهد قلبه مع بدنه

Artinya: Allah tidak akan menerima amal seseorang sehingga hatinya khusu.

Dari pembahasan diatas bahwa shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan kekhusyukan. Karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan benar- benar melahirkan sikap moral yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran: “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ”. Sebagaimana firman Allah dalam (QS. Al-Ankabut: 45)

ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) šÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ  
Artinya: bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Menurut ayat diatas bahwa sholat yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar adalah sholat yang mengingat Allah. Walaupun jidat diatas sajadah, lutut di atas sajadah tapi kalau hatinya tidak ingat Allah maka sholatnya tidak akan dapat mencegah perbuatan keji di mungkar. Pantasan saja shalat iya maksiat jalan disingkat menjadi STMJ, sholat terus maksiat jalan.
Semoga sholat kita menjadi sholat yang khusu’ dan dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar.

Abdul Hakim Abubakar El Kahir















[1]  Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, (Jakarta: Kholam Publishing, 2007). Cet . ke 1, h.59
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.
[3]  Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil azhim, Bairut, Darul fikr, 1986, vol. 1, h.133